Jilbab Pembawa Barokah

Posted Kamis, 10 November 2011 by anisa nadhira

Nazwa hidup dalam lingkungan keluarga yang kurang mampu. Ayahnya bekerja serabutan. Tak jarang ayahnya tidak membawa uang saat pulang ke rumah. Sedangkan ibunya bekerja sebagai tukang cuci. Sejak kecil Nazwa selalu hidup sederhana. Ketika punya uang, Nazwa lebih memilih menggunakan uang itu untuk biaya keperluan sekolah. Namun kesederhanaanya itu tidak membuat Nazwa dikucilkan oleh teman-temannya di kelas. Dia sangat dihargai sebab Nazwa termasuk siswa yang pandai. Bahkan Nazwa mendapatkan beasiswa dari sekolahnya.
Nazwa termasuk siswa yang dikenal satu sekolah. Selain dia dikenal sebagai siswa yang pintar, Nazwa juga dikenal sebagai remaja yang cantik, ramah dan pandai berdakwah. Kemanapun dia pergi, jilbabnya selalu dia kenakan sehingga menambah kecantikanya. Nazwa juga selalu diundang oleh majelis ta’lim untuk berdakwah pada hari Minggu pagi dan sore harinya Nazwa mengajar mengaji di mesjid dekat rumahnya.
Pada suatu hari, temannya yang bernama Sasi membawa sebuah majalah muslimah dan diperlihatkan kepada Nazwa.
“Naz, coba lihat majalah ini! Majalah ini sedang mencari seorang model muslimah. Kamu ikutan ya!” Ujar Sasi.
“Jadi model? Nggak ah, aku gak berminat. Lagi pula aku gak punya uang untuk membayar pendaftarannya.” Sahut Nazwa menolak.
“Ayolah Naz, kamu kan cantik, aku yakin kamu bakal keterima jadi model. Aku aja deh yang bayarin uang pendaftaran kamu. Jadi kamu tinggal hadir aja pas penyeleksiannya.” Kata Sasi agak memaksa.
“Gak perlu, Sas. Aku gak mungkin keterima. Aku kan gak punya baju bagus. Selain itu aku gak punya uang untuk membeli make up yang harganya sama dengan harga aku makan dua kali.” Sahut Nazwa.
“Udah deh, kamu tinggal ikut aja! Masalah uang pendaftaran, baju, make up dan yang lainnya serahin aja ke aku.” Kata Sasi.
Keesokan harinya Sasi memberikan selembar kertas yang berisi nomor peserta dan tata tertib untuk mengikuti penyeleksian menjadi model. Dengan berat hati Nazwa menerima nomor peserta itu. Namun ada rasa bahagia dalam hatinya karena bisa mengikuti penyeleksian itu.
Sesampainnya di rumah, Nazwa menunjukan nomor peserta itu kepada kedua orang tuanya. Namun ketika Nazwa menunjukan nomor peserta itu, kedua orang tuanya marah.
“Nomor peserta apa itu, Nazwa?” Tanya ayahnya dengan nada marah.
“Iii,,,ini nomor peserta untuk iiikut penyeleksian menjadi model, yah.” Sahut Nazwa dengan gugup.
“Dari mana kamu mendapatkan uang untuk mengikuti penyeleksian itu?” Tanya ibunya.
“Kamu gak mencuri kan Nazwa? Ingat kita itu miskin. Untuk makan saja kita kesusahan, apalagi iuntuk membayar pendaftaran itu dan membiayai kamu sebagai model!!” Sambung ayahnya semakin marah.
“Astagfirullohaladzim. Ayah, Ibu,, Nazwa tidak mungkin mencuri. Mencuri itukan dosa. Ayah, Ibu,, Nazwa mohon maaf jika Ayah dan Ibu tidak suka Nazwa mengikuti penyeleksian itu. Tapi sungguh Nazwa tidak mencuri untuk membayar pendaftaran itu.” Sahut Nazwa sambil menangis.
“Kalau kamu tak mencuri, dari mana kamu mendapatkan uang untuk membayar pendaftaran yang semahal itu?” Tanya ibunya.
“Sasilah yang telah membayarkan pendaftaran itu. Semula Nazwa menolak, namun Sasi memaksa Nazwa untuk menerima nomor peserta itu. Bahkan Sasi berjanji untuk membiayai seluruh kebutuhan Nazwa menjadi model.” Sahut Nazwa.
“Ayah tidak percaya, Nazwa!” Bentak Ayahnya.
Saat Nazwa dimarahi oleh kedua orang tuanya, tiba-tiba Sasi datang.
“Bapak, Ibu, saya mohon maaf telah lancang masuk ke dalam rumah. Tapi saya tadi sudah mengetuk pintu, namun tidak ada yang membukakannya. Saya mendengar Nazwa sedang dimarahi, saya langsung masuk karena saya sangat yakin Nazwa dimarahi karena nomor peserta yang dia dapat dari saya.” Kata Sasi dengan lembut.
“Untuk apa kamu mendaftarkan Nazwa dalam penyeleksian model itu? Apakah kamu menghina keluarga kami yang miskin ini?” Kata ayah Nazwa.
“Subhanalloh, Pak, Bu, saya tidak bermaksud seperti itu. Saya hanya ingin membantu Nazwa saja. Saya yakin Nazwa bisa menjadi model. Nazwa adalah remaja yang cantik, selain itu juga dia menggunakan jilbab. Sebab majalah itu membutuhkan model yang cantik dan berjilbab. Honor yang lumayan besar dapat digunakan untuk keperluan keluarga Bapak.” Sahut Sasi menjelaskan.
Pada saat Sasi sedang berbicara, kedua orang tua Nazwa terdiam sambil memikirkan perkataan Sasi yang ada benarnya juga. Tak lama kemudian, kedua orang tua Nazwa mengizinkan Nazwa untuk mengikuti penyeleksian itu dengan catatan jika Nazwa menjadi model maka Nazwa harus tetap mengutamakan beribadah dan sekolahnya. Kedua orang tua Nazwa pun meminta maaf karena telah berburuk sangka kepada Nazwa. Akhirnya, Nazwa mengikuti penyeleksian itu.
Syukurlah, Nazwa menjadi juara pertama dalam penyeleksian model itu dan diterima menjadi model di majalah muslimah. Dia di kontrak selama beberapa tahun untuk menjadi model di majalah tersebut. Dan honor yang dia dapatkan, Nazwa berikan kepada ibunya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kini keluarga Nazwa tak lagi hidup dalam kemiskinan. Keluarganya hidup serba berkecukupan.
                                                                                               

0 komentar:

Posting Komentar